Mulut merupakan saluran utama
pencernaan manusia. Fungsi dari mulut adalah menghancurkan makanan agar mudah
dicerna di dalam tubuh. Mulut adalah tempat ideal berkembangbiaknya berbagai
macam mikroorganisme. Penyakit pada mulut yang sering menyerang manusia adalah
peradangan amandel dan tenggorokan atau radang mulut (faringitis). Penyakit
mulut sangat berhubungan erat dengan kebersihan mulut (Sabrina, 2015).
Bakteri Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri yang hidup pada
flora normal mulut dan tenggorokan manusia yang dapat berubah menjadi bakteri
patogen apabila kekebalan tubuh manusia menurun. Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan infeksi supuratif seperti
tonsilitis, impetigo dan penyakit invasif seperti infeksi tulang, radang otot,
serta meningitis (Cunningham, 2000). Streptococcus
pyogenes dapat menyerang saluran pernafasan atas sehingga timbulnya infeksi
pada daerah belakang langit-langit dan amandel yang dapat mengakibatkan
kesulitan menelan makanan (CDC, 2013).
Pemanfaatan tanaman obat atau
bahan obat yang berasal dari alam pada umumnya bukan merupakan hal baru dalam
kehidupan manusia.Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
adalah jeruk nipis (Citrus aurantifolia
Swingle). Buah jeruk nipis mempunyai efek farmakologis sebagai anti demam,
mengurangi batuk, sebagai antiseptik untuk obat kumur pada penderita sakit
tenggorokan atau abses tenggorokan dan penyegar nafas (Hariana, 2006).
Limonen merupakan salah satu komponen senyawa di dalam minyak atsiri yang bermanfaat sebagai
antibakteri. Senyawa tersebut banyak di temukan dalam kulit jeruk yang
berfungsi sebagai pemberi aroma yang khas pada tanaman. Limonen banyak
digunakan dalam industri makanan maupun industri kosmetika sebagai bahan baku flavor (Ismanto dan Wilianto, 2010).
Dalam kehidupan sehari-hari, kulit buah jeruk biasanya hanya dibuang dan
sarinya yang dimanfaatkan untuk diolah menjadi berbagai macam produk. Salah
satu upaya yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan kulit buah jeruk untuk
keperluan kesehatan dan lainnya untuk mengurangi limbah kulit jeruk (Sukarmin
dan Ihsan, 2008).
Minyak atsiri tersusun atas
senyawa yang mudah menguap (volatile oils)
dan beraroma khas yang diambil dari bagian-bagian seperti daun, buah, bunga,
biji, kulit, akar, batang, serta rimpang tanaman sehingga diperlukan cara
khusus untuk memperoleh minyak atsiri (Rusli, 2010; Effendi dan Wijanarko,
2014). Menurut Ketaren (1990), cara yang dilakukan untuk mendapatkan minyak
atsiri adalah dengan metode destilasi uap-air (steam-water destilation), destilasi dengan air (water destilation) atau dengan destilasi
uap (steam destilation).
Penelitian sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Putri (2012) mengenai pemeriksaan kandungan senyawa minyak
atsiri kulit buah jeruk nipis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan
bahwa senyawa aktif yang terkandung pada minyak atsiri kulit buah jeruk nipis
sebagai antibakteri adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri diperoleh dengan
metode destilasi uap-air. Minyak atsiri yang didapat kemudian dibuat dengan
berbagai konsentrasi yaitu 5%, 2,5%, 12,5%, 0,625%, dan 0,3125%.
Uji aktivitas dilakukan dengan
metode pengenceran ganda (dilusi cair). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
minyak atsiri kulit buah jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne
dengan kadar hambat dan kadar bunuh minimum sebesar
1,25%. Dari analisis menggunakan kromatografi gas-spektroskopi massa diketahui
kandungan senyawa antibakteri dari minyak atsiri kulit buah jeruk nipis adalah
senyawa β-Pinena, limonen, Z-citral, β-mirsene, dan E-sitral.
Penelitian lain oleh Vajriana
(2013) mengenai aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk nipis yang
diperoleh menggunakan metode destilasi uap dan air. Minyak atsiri kemudian
diencerkan menggunakan Tween 80 sehingga tercapai konsentrasi 30%, 40%, 50%,
60% dan 70%. Berbagai konsentrasi minyak atsiri serta amoksisilin 30 µg sebagai
kontrol positif kemudian diuji aktivitas antibakterinya menggunakan kertas
cakram (metode Kirby Bauer). Hasil penelitian diamati dengan terbentuknya
Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP) di sekitar cakram. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan minyak atsiri kulit buah jeruk nipis memiliki pengaruh yang nyata
dalam menghambat pertumbuhan isolat Staphylococcus
aureus seiring dengan besarnya konsentrasi yang digunakan
dalam pengujian, dimana konsentrasi optimalnya pada konsentrasi 60% dengan
diameter zona hambat rata-rata sebesar 20,00 mm.
Penelitian yang telah dilakukan
oleh Laksa (2015) mengenai kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum minyak
atsiri kulit jeruk nipis (Citrus
aurantifolia) terhadap Salmonella
typhi. Minyak atsiri pada penelitian ini diperoleh dengan cara ekstraksi
menggunakan metode destilasi uap dengan dietil eter kemudian diencerkan dengan
PEG sehingga tercapai konsentrasi 0,025%, 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,4%, 0,8%, 1,6%,
dan 3,2%. Penelitian ini hanya dapat menghasilkan kadar bunuh minimum dengan
konsentrasi 3,2% dengan jumlah bakteri yang tumbuh kurang dari 0,1% jumlah
koloni pada inokulum awal sedangkan kadar hambat minimum tidak dapat ditentukan
karena minyak atsiri yang dihasilkan dari metode destilasi menggunakan dietil
eter berwarna keruh.
Minyak
atsiri kulit buah jeruk nipis kaya akan kandungan senyawa monoterpen, salah
satunya yaitu limonen. Minyak atsiri dapat diisolasi menggunakan metode
destilasi air (hidrodestilasi) menghasilkan minyak atsiri dengan konsentrasi
100%. Minyak atsiri kulit buah jeruk nipis dengan konsentrasi 100% mengandung
limonen sebesar 33,33% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan nilai LC50 = 233,71 ppm pada uji toksisitas
menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp
Lethality Test) dan dengan nilai LC50 = 719,87 ppm pada uji insektisida menggunakan
larva nistar III nyamuk Aedes aegypti.
Suatu senyawa dikatakan aktif dengan konsentrasi maksimal 1000ppm, jika
memiliki harga LC50 ≤ 500 ppm dan dikatakan tidak aktif jika memiliki harga LC50> 500 ppm sedangkan senyawa
murni dikatakan aktif dan mempunyai sifat bioaktifitas jika memiliki harga LC50
≤ 50 ppm dan tidak aktif jika LC50 > 200 ppm (Astarini,
Burhan dan Zetra, 2010; Meyer dan Ferrigini, 1982).
Penelitian
yang telah dilakukan oleh Hajati (2015) mengenai pengaruh konsentrasi air
perasan jeruk nipis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dari hasil pemerasan buah jeruk nipis menghasilkan air perasan dengan konsentrasi
100%. Air perasan jeruk nipis kemudian diencerkan dengan akuades steril
sehingga tercapai konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa, Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP) yang semakin besar seiring
kenaikan konsentrasi dengan senyawa pembandingnya yaitu levofloxacin.
*Referensi juga bisa di ambil repository.wima.ac.id
No comments:
Post a Comment