BAB 1
1.1
LATAR
BELAKANG
Perpindahan
panas dapat terjadi karena adanya termperatur yang berbeda antara dua bagian
benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang
bertemperatur rendah (hukum ke 0 Termodinamika).Panas dapat berpindah dengan 3
cara yaitu konduksi, konveksi dan radiasi.
Konduksi
merupakan proses perpindahan energi dari tempat yang bertemperatur tinggi ke
tempat yang bertemperatur rendah, akibat adanya pergerakan elektron panas akan
berpindah secara estafet dari satu partikel ke partikel yang lainnya dalam
medium tersebut. Konveksi merupakan proses perpindahan energi panas melalui
pergerakan molekul-molekul fluida (gas dan cair) akibat adanya perbedaan
temperatur. Sedangkan radiasi merupakan proses perpindahan energi panas tanpa
melalui medium perantara. Radiasi terjadi pada setiap benda dimana suatu benda
memancarkan gelombang elektromagnetik dengan flux radiasi yang di tentukan oleh
temperatur benda tersebut (hukum Stefan-Boltzman).
Gambar 1.1 Proses Perpindahan Panas
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perpindahan panas dalam aliran fluida
2.
Bagaimana
perpindahan panas tanpa adanya perubahan fase
1.3
Tujuan
1.
Mengetahui
Perpindahan panas dalam aliran fluida
2.
Mengetahui
Perpindahan Panas tanpa adanya perubahan fase
1.4
Manfaat
1.
Lebih
memahami Perpindahan panas dalam aliran fase
2.
Lebih
memahami perpindahan panas tanpa adanya perubahan fase
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PERPINDAHAN
PANAS
Perpindahan panas merupakan ilmu untuk
meramalkan perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya
perbedaan suhu di antara benda atau material. Dalam proses perpindahan energi
tersebut tentu ada kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih
dikenal dengan laju perpindahan panas. Maka ilmu perpindahan panas juga
merupakan ilmu untuk meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu.
Perpindahan
kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya suatu energi
(kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada
daerah tersebut. Ada tiga jenis cara perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
2.1.1 PERPINDAHAN
KALOR SECARA KONDUKSI
Perpindahan
kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir
dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam
suatu medium (padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan
yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan
momentum.
Gambar 2.1. Perpindahan panas konduksi
pada dinding (J.P. Holman)
Laju
perpindahan panas yang terjadi pada perpindahan panas konduksi adalah
berbanding dengan gradien suhu normal sesuai dengan persamaan berikut :
Persamaan Dasar Konduksi :
...............................(2.1)
Keterangan :
q =
Laju Perpindahan Panas (kj/det W)
k =
Konduktifitas Termal (W/m.°C)
A = Luas Penampang (m²)
dT =
Perbedaan Temperatur ( °C, °F )
dx =
Perbedaan Jarak (m / det)
ΔT = Perubahan Suhu ( °C, °F )
dT/dx = gradient temperatur kearah
perpindahan kalor.konstanta positif ”k” disebut konduktifitas atau kehantaran
termal benda itu, sedangkan tanda minus disisipkan agar memenuhi hokum kedua
termodinamika, yaitu bahwa kalor mengalir ketempat yang lebih rendah dalam
skala temperatur (J.P. Holman).
Hubungan dasar aliran panas melalui
konduksi adalah perbandingan antara laju aliran panas yang melintas permukaan
isothermal dan gradient yang terdapat pada permukaan tersebut berlaku pada
setiap titik dalam suatu benda pada setiap titik dalam suatu benda pada setiap
waktu yang dikenal dengan hukum fourier.
Dalam penerapan hokum Fourier
(persamaan 2.1) pada suatu dinding datar, jika persamaan tersebut
diintegrasikan maka akan didapatkan :
.......................(2.2)
Bilamana konduktivitas termal
(thermal conductivity) dianggap tetap. Tebal dinding adalah Δx,
sedangkan T1 dan T2 adalah temperatur muka dinding. Jika
konduktivitas berubah menurut hubungan linear dengan temperatur, seperti:
.............................(2.3)
maka
persamaan aliran kalor menjadi :
............................(2.4)
2.1.1.1 KONDUKTIVITAS
TERMAL
Tetapan
kesebandingan (k) adalah sifat fisik bahan atau material yang disebut
konduktivitas termal. Persamaan (2.1) merupakan persamaan dasar tentang
konduktivitas termal.
Berdasarkan
rumusan itu maka dapatlah dilaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk
menentukan konduktifitas termal berbagai bahan. Pada umumnya konduktivitas
termal itu sangat tergantung pada suhu.
2.1.2
PERPINDAHAN KALOR
SECARA KONVEKSI
Konveksi
adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian
panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator
mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll. Menurut cara menggerakkan
alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni
konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced
convection).
Bila
gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan
suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi bebas (free /
natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa /
eksitasi dari luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida
sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka perpindahan panasnya disebut
sebagai konveksi paksa (forced convection).
Gambar
2.2. Perpindahan panas konveksi (J.P.Holman)
Proses
pemanasan atau pendinginan fluida yang mengalir didalam saluran tertutup
seperti pada gambar 2.2 merupakan contoh proses perpindahan panas.
Laju
perpindahan panas pada beda suhu tertentu dapat dihitung dengan persamaan:
..................(2.4)
Keterangan :
Q = Laju Perpindahan
Panas ( kj/det atau W )
h = Koefisien perpindahan Panas Konveksi ( W /
)
A = Luas Bidang
Permukaan Perpindahaan Panas (
)
Tw = Temperature
Dinding (
, K )
= Temperature
Sekeliling (
, K )
Tanda minus ( - ) digunakan untuk memenuhi hukum II
thermodinamika, sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif
( + ). Persamaan (2.4) mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi.
Koefisien
pindah panas permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan
besarnya laju pindah panas didaerah dekat pada permukaan itu.
Gambar 2.3 Perpindahan Panas Konveksi
Perpindahan
konveksi paksa dalam kenyataanya sering dijumpai, kaarena dapat meningkatkan
efisiensi pemanasan maupun pendinginan satu fluida dengan fluida yang lain.Contoh
konveksi alamiah antara lain aliran fluida yang melintasi radiator panas.
Gambar
2.2.1 Perpindahan kalor yang mungkin terjadi dari permukaan panas ke udara
sekitarnya.
Secara
umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan aliran
internal. Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda.
Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa.
Aliran
internal adalah aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya
aliran dalam pipa/saluran. Perbedaan antara aliran eksternal dan aliran
internal pada suatu pipa/saluran ditunjukkan pada Gambar 2.2.2
Gambar
2.2.2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa/saluran
2.1.3 PERPINDAHAN
PANAS RADIASI
Perpindahan panas radiasi adalah proses
di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu
rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang
hampa di antara benda - benda tersebut.
Gambar
2.5. Perpindahan panas radiasi (J.P.Holman)
Energi
radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui
ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik Bila energi radiasi
menimpa suatu bahan, maka sebagian radiasi dipantulkan , sebagian diserap dan
sebagian diteruskan seperti gambar 2.3. Sedangkan besarnya energi :
................(2.5)
dimana
:
= laju perpindahan panas ( W)
= konstanta boltzman (5,669.10-8 W/
)
A = luas
permukaan benda (
)
T = suhu
absolut benda (
)
2.2
KALOR (HEAT)
Apabila sebuah zat diberikan atau pun melepaskan kalor, maka
ada dua hal yang mungkin terjadi, yakni zat tersebut akan mengalami perubahan
temperatur atau hal lain yang mungkin terjadi adalah zat tersebut akan
mengalami perubahan wujud (fase).
Apabila kalor tersebut hanya digunakan untuk perubahan
temperatur saja, maka kalor maka kalor tersebut biasanya di kenal dengan kalor
sensibel (sensibel heat), sedangkan jika kalor tersebut digunakan untuk merubah
wujud (fase) zat, maka kalor itu biasanya di sebut dengan kalor laten (latent
heat).
2.2.1 KALOR
SENSIBEL (SENSIBEL HEAT)
Kalor
sensibel adalah kalor yang digunakan oleh suatu zat untuk merubah temperatur
zat tersebut. Jika zat menerima kalor, maka temperaturnya akan naik sedangkan
jika zat tersebut melepaskan kalor, maka zat tersebut akan mengalami penurunan
temperatur.
Kalor
sensibel ini tidak sampai menyebabkan zat mengalami perubahan fase (wujud).
Secara umum kalor sensibel yang digunakan untuk merubah temperatur suatu zat
yang dapat di rumuskan sebagai berikut :
Q = mc
............................(2.6)
Dimana :
Q = Besarnya energi kalor sensibel yang bekerja
pada suatu zat (J)
m = Massa zat yang mengalami perubahan
temperatur (Kg)
c = Kalor jenis zat (J/Kg.K)
= Perubahan temperatur yang terjadi (K)
2.2.2 KALOR LATEN ( LATENT HEAT)
Kalor Laten adalah kalor yang digunakan
untuk merubah wujud atau fase suatu zat. Perubahan fase terjadi apabila suatu
zat sudah mencapai titik jenuhnya. Pada saat zat mengalami perubahan fase, zat
tersebut tidak mengalami perubahan temperatur. Ada dua jenis kalor laten pada
suatu zat yakni kalor laten yang digunakan untuk meleburkan atau membekukan
suatu zat atau biasa dikenal dengan kalor lebur ataupun kalor beku, dan kalor
laten yang di gunakan untuk menguapkan atau mengembunkan suatu zat, atau biasa
dei kenal dengan kalor uap atau kalor embun.
Besarnya energi yang digunakan untuk
mengubah fase suatu zat lebih besar dari pada energi yang digunakan untuk
merubah temperaturnya, sehingga pada tekanan yang sama lebih sulit untuk
merubah fase suatu zat dengan merubah temperaturnya saja.
Secara umum
kalor yang digunakan untuk merubah fase suatu zat dapat di rumuskan dengan :
Q = m
................................... ...................(2.7)
Dimana :
Q = Besarnya energi kalor sensibel yang
bekerja pada suatu zat (J)
M = Massa zat yang mengalami perubahan
temperatur (Kg)
= Kalor Laten (KJ/Kg)
Hubungan
antara energi kalor dengan laju perpindahan kalor yang terjadi adalah sebagai
berikut :
Q = q
.......................................(2.8)
Dimana :
Q = Besarnya energi kalor sensibel yang bekerja
pada suatu zat (J)
q = Laju perpindahan Kalor (Watt)
=Waktu yang dibutuhkan untuk memindahkan energi kalor (J)
2.3
LAPISAN
BATAS
Lapisan batas termal (thermal
boundary layer) yaitu daerah di mana terdapat gradien suhu dalam aliran.
Gradien suhu itu akibat proses pertukaran panas antara dinding dengan fluida.
Bentuk profil kecepatan di dalam lapisan batas bergantung pada jenis alirannya.
Sebagai contoh, perhatikanlah aliran udara melewati sebuah pelat datar, yang
ditempatkan dengan permukaan sejajar terhadap aliran.
Pada tepi depan (leading edge)
pelat (x = 0 dalam Gb 2.3), hanya partikel-partikel fluida yang langsung
bersinggungan dengan permukaan tersebut yang menjadi lambat gerakannya,
sedangkan fluida selebihnya terus bergerak dengan kecepatan aliran bebas (free
stream) yang tidak terganggu di depan plat. Dengan majunya sepanjang pelat,
gaya-gaya geser menyebabkan terhambatnya semakin banyak fluida, dan tebal
lapisan batas meningkat.
Gambar 2.3.1 Profil-profil kecepatan
untuk lapisan batas laminar dan turbulen dalam aliran melewati pelat datar.
Terbentuknya lapisan batas termal pada aliran fluida diatas
plat rata untuk perpindahan panas fluida dengan suhu T∞ mengalir dengan
kecepatan U∞ melewati permukaan dinding bersuhu Ts sedangkan tebal lapisan
batas termal δt. Pada dinding kecepatan aliran adalah nol, dan perpindahan
kalor ke fluida berlangsung secara konduksi. Sehingga fluks kalor setempat
persatuan luas qs’’ sesuai hukum Fourier’s adalah :
............................(2.9)
dari hukum pendinginan Newton :
................................(3.0)
h adalah koefisien konveksi, sehingga
kedua persamaan diatas menjadi :
h =
................................(3.1)
2.4
ALIRAN LAMINAR DAN TURBULEN
Aliran
laminar dan turbulen ini dibedakan berdasarkan pada karakteristik internal
aliran. Umumnya klasifikasi ini bergantung pada gangguan-gangguan yang dapat
dialami oleh suatu aliran yang mempengaruhi gerak dari partikel-partikel fluida
tersebut. Apabila aliran mempunyai kecepatan relatif rendah atau fluidanya
sangat viscous, gangguan yang mungkin dialami oleh medan aliran akibat
getaran, ketidakteraturan permukaan batas dan sebagainya, relatif lebih cepat
teredam oleh viskositas fluida tersebut dan aliran fluida tersebut disebut
aliran laminar.
Fluida
dapat dianggap bergerak dalam bentuk lapisan-lapisan dengan pertukaran
molekuler yang hanya terjadi diantara lapisan-lapisan yang berbatasan untuk
kondisi tersebut. Gangguan yang timbul semakin besar hingga tercapai kondisi
peralihan pada kecepatan aliran yang bertambah besar atau efek viskositas yang
berkurang. Terlampauinya kondisi peralihan menyebabkan sebagian gangguan
tersebut menjadi semakin kuat, di mana partikel bergerak secara fluktuasi atau
acak dan terjadi percampuran gerak partikel antara lapisan-lapisan yang
berbatasan. Kondisi aliran yang demikian disebut dengan aliran turbulen.
Gambar
2.4 Struktur aliran turbulen didekat benda padat
Perbedaan
yang mendasar antara aliran laminar dan turbulen adalah bahwa gerak olakan /
acak pada aliran turbulen jauh lebih efektif dalam pengangkutan massa serta
momentum fluidanya daripada gerak molekulernya. Tidak ada hubungan yang bisa
dipastikan secara teoritis antara medan tekanan dan kecepatan rata-rata pada
aliran turbulen sehingga pada analisa aliran turbulen dilakukan dengan
pendekatan setengah empiris. Kondisi aliran yang laminar dan turbulen ini dapat
dinyatakan dengan bilangan Reynold.
2.5
REYNOLD NUMBER
Reynold number (Re) atau bilangan Reynold adalah suatu
bilangan tanpa dimensi yang menganalisa gaya inersia Fluida. Jenis aliran
Fluida dan gaya gesekan yang terjadi dengan permukaannya akan menentukan
Bilangan Reynold. Aliran Fluida dapat dibagi dalam tiga kategori : Laminar,
Transisi dan Turbulen.
Untuk membedakan antara aliran laminar, transisi, dan turbulen
maka digunakan bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynolds, yang merupakan
perbandingan antara gaya inersia dengan gaya viskos.
Jadi, rumus bilangan reynold adalah :
.....................................(3.2)
di mana :
D = Diameter penampang
saluran,
m = Laju massa fluida (
kg/s)
μ = Viskositas ( kg/s m)
Pada aliran laminar
molekul molekul fluida mengalir mengikuti garis-garis aliran secara teratur.
Aliran turbulen terjadi saat molekul-molekul fluida mengalir secara acak tanpa
mengikuti garis aliran. Aliran transisi adalah aliran yang berada diantara kondisi
laminar dan turbulen, biasanya pada kondisi ini aliran berubah-ubah antara
transien dan turbulen sebelum benar-benar memasuki daerah turbulen penuh.
Nilai bilangan Reynolds yang kecil
(< 2100) menunjukkan aliran bersifat laminar sedangkan nilai yang besar
menunjukkan aliran turbulen(> 4000). Nilaibilangan Reynolds saat aliran
menjadi turbulen disebut bilangan Reynolds kritis yangnilainya berbeda-beda
tergantung bentuk geometrinya.
2.6
PRANDTL NUMBER
Bilangan
tak berdimensi selanjutnya adalah Bilangan Prandtl yang merupakan perbandingan
antara ketebalan lapis batas kecepatan dengan ketebalan lapis batas termal..
Bilangan Prandtl (Pr) merupakan sifat-sifat fluida saja dan hubungan antara
distribusi suhu dan distribusi kecepatan. Bila bilangan Prandtlnya lebih kecil
dari satu, gradien suhu di dekat permukaan lebih landai daripada gradien
kecepatan, dan bagi fluida yang bilangan Prandtlnya lebih besar daripada satu
gradien suhunya lebih curam daripada gradien kecepatan.
Bilangan Prandtl dinyatakan dengan persamaan:
............................. (3.3)
di mana :
Cp = Kalor spesifik fluida
pada tekanan tetap, J/kg K
k = Konduktivitas termal, Watt
μ = Viskositas, kg/s m
v = Viskositas kinematik, m2/s
α =
Diffuvitas termal, m2/s
Nilai
bilangan Prandtl berkisar pada nilai 0.01 untuk logam cair, 1 untuk gas, 10
untuk air, dan 10000 untuk minyak berat. Difusivitas kalor akan berlangsung
dengan cepat pada logam cair (Pr << 1) dan berlangsung lambat pada minyak
(Pr >>1).
2.7
NUSSELT NUMBER
Perpindahan
kalor yang terjadi pada suatu lapisan fluida terjadi melalui proseskonduksi dan
konveksi. Bilangan Nusselt menyatakan perbandingan antara perpindahan kalor
konveksi pada suatu lapisan fluida dibandingkan dengan perpindahan kalor
konduksi pada lapisan fluida tersebut. Dapat di tulis dengan persamaan :
...........................................(3.4)
.....................................(3.5)
di mana :
h = Koefisien perpindahan panas konveksi, W/
k
L = Panjang karakteristik, m
k = Konduktivitas bahan, W/m K
n = 0,5 for heating (
>
), 0,3 for cooling (
)
Semakin besar nilai bilangan Nusselt maka konveksi yang
terjadi semakin efektif. Bilangan Nusselt yang bernilai 1 menunjukkan bahwa perpindahan
kalor yang terjadi pada lapisan fluida tersebut hanya melalui konduksi.
2.8
LOG MEAN TEMPERATURE DIFFERENCE (LMTD)
Nilai LMTD (Logarithmic Mean
Temperature Difference) adalah nilai yang berkaitan dengan perbedaan
temperatur antara sisi panas dan sisi dingin penukar panas. Dengan asumsi bahwa
aliran pendingin mengalir dalam kondisi tunak (steady state), tidak ada
kehilangan panas secara keseluruhan, tidak ada perubahan fase pendingin. Gambar
2.8 menggambarkan perubahan suhu yang dapat terjadi pada salah satu atau kedua
fluida dalam penukar panas pada aliran counterflow.
Gambar
2.8 Distribusi Suhu Dalam Penukar Panas
untuk jenis aliran counterflow
keterangan : Th ,i =
temperatur inlet pada sisi panas, K
Th ,o = temperatur outlet
pada sisi panas , K
Tc ,i = temperatur inlet pada
sisi dingin , K
Tc ,o = temperatur outlet
pada sisi dingin, K
a dan b menunjuk kepada
masing-masing ujung penukar panas.
Makanilai LMTD dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
LMTD =
.....................(3.6)
Dimana :
2.9 METODE NTU
– EFFECTIVENESS
Secara umum nilai efektivitas (ε)
penukar panas dapat didefinisikan sebagai perbandingan laju perpindahan panas
aktual dengan laju perpindahan panas maksimum yang mungkin terjadi pada penukar
panas.
Sehingga
nilai efektivitas penukar panas dapat dihitung menggunakan persamaan :
.......................................(3.7)
dimana :
q = laju perpindahan panas aktual (Watt)
qmax = laju perpindahan panas maksimum yang mungkin
(Watt)
Untuk menghitung efektivitas penukar
panas, perlu dihitung terlebih dahulu besaran laju perpindahan panas aktual (q)
dan besaran laju perpindahan panas maksimum yang mungkin secara hipotetis (
qmax ) pada penukar panas. Nilai besaran qmax menunjukkan besarnya panas
maksimum yang dapat ditransfer atau dipindahkan di antara kedua fluida pendingin.
Nilai qmax pada penukar panas dapat
dicapai apabila panjang penukar panas tak hingga. Pada penukar panas yang
panjangnya tak hingga, akan dicapai beda temperatur fluida pendingin maksimum
sebesar Th ,i – Tc ,i (Perbedaan antara temperatur inlet pada sisi panas dan
temperatur inlet pada sisi dingin). Selain itu, nilai qmax juga dipengaruhi
oleh nilai laju alir massa pendingin dikalikan dengan panas spesifik yang
minimum. Nilai perkalian laju alir massa pendingin dengan panas spesifik sering
disebut sebagai laju kapasitansi panas (Ch dan Cc). Nilai Ch dan Cc
masing-masing menunjukkan nilai laju kapasitansi panas untuk fluida panas dan
fluida dingin.
Nilai terkecil diantara nilai Ch dan
nilai Cc disebut sebagai laju kapasitansi panas minimum (Cmin). Alasan
pemilihan laju kapasitansi panas minimum adalah untuk mencakup perpindahan
panas maksimum yang mungkin di antara kedua fluida kerja. Dengan demikian nilai
laju perpindahan panas maksimum ( qmax ) dapat dihitung dengan persamaan :
=
...............................(3.8)
Sementara itu nilai laju perpindahan
panas aktual pada penukar panas dapat dihitung dengan persamaan berikut :
.......................(3.9)
Dengan :
...................(4.0)
Secara
keseluruhan, nilai efektivitas penukar panas sangat dipengaruhi oleh laju alir
fluida pendingin, temperatur inlet dan temperatur outlet pada
sisi panas dan sisi dingin sistem penukar panas. Efektivitas penukar panas
adalah besaran tak berdimensi yang nilainya antara 0 dan 1. Jika diketahui
nilai efektivitas untuk penukar panas tertentu dengan kondisi aliran inlet,
maka dapat dihitung jumlah panas yang dapat ditransfer atau dipindahkan di
antara kedua fluida pendingin pada penukar panas.
Nilai efektivitas penukar panas juga
dapat dihitung menggunakan nilai perbandingan laju kapasitansi panas (Cr )
dan nilai NTU (Number Of Heat Transsfer Unit). Nilai NTU bergantung pada
parameter rancangan penukar panas yang meliputi perkalian antara koefisien
perpindahan panas keseluruhan (U) dan luas permukaan perpindahan panas (A)
dibagi dengan parameter kondisi operasi (Cmin ). Nilai U dan A
sangat dipengaruhi oleh geometri sistem penukar panas.
Parameter Cr dan NTU dapat
dinyatakan sebagai berikut :
(
...................................(4.1)
..............................................(4.2)
Untuk mencara luas perpindahan panas
juga dapat menggunakan persamaan sebagai berikut :
A
=
.....................................................(4.3)
dengan :
U = koefisien perpindahan
panas keseluruhan,
A = luas perpindahan panas.
Nilai U didapat dari persamaan :
U =
............................................(4.4)
dan luas perpindahan panas terkoreksi :
A
=
...............................................(4.5)
Dengan :
P
=
dan
Z =
.....................(4.6)
Nilai F dapat ditentukan dengan
menggunakan hubungan antara P dan Z pada grafik.
BAB III
PENUTUP
3.1 SARAN
3.2 KESIMPULAN