Latest News

Saturday, November 18, 2017

Minyak Atsiri Kulit Jeruk sebagai Pemanfaatan Antibakteri

Mulut merupakan saluran utama pencernaan manusia. Fungsi dari mulut adalah menghancurkan makanan agar mudah dicerna di dalam tubuh. Mulut adalah tempat ideal berkembangbiaknya berbagai macam mikroorganisme. Penyakit pada mulut yang sering menyerang manusia adalah peradangan amandel dan tenggorokan atau radang mulut (faringitis). Penyakit mulut sangat berhubungan erat dengan kebersihan mulut (Sabrina, 2015).

Bakteri Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri yang hidup pada flora normal mulut dan tenggorokan manusia yang dapat berubah menjadi bakteri patogen apabila kekebalan tubuh manusia menurun. Streptococcus pyogenes dapat menyebabkan infeksi supuratif seperti tonsilitis, impetigo dan penyakit invasif seperti infeksi tulang, radang otot, serta meningitis (Cunningham, 2000). Streptococcus pyogenes dapat menyerang saluran pernafasan atas sehingga timbulnya infeksi pada daerah belakang langit-langit dan amandel yang dapat mengakibatkan kesulitan menelan makanan (CDC, 2013).

Pemanfaatan tanaman obat atau bahan obat yang berasal dari alam pada umumnya bukan merupakan hal baru dalam kehidupan manusia.Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai obat adalah jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle). Buah jeruk nipis mempunyai efek farmakologis sebagai anti demam, mengurangi batuk, sebagai antiseptik untuk obat kumur pada penderita sakit tenggorokan atau abses tenggorokan dan penyegar nafas (Hariana, 2006).
Limonen merupakan salah satu komponen senyawa di dalam minyak atsiri yang bermanfaat sebagai antibakteri. Senyawa tersebut banyak di temukan dalam kulit jeruk yang berfungsi sebagai pemberi aroma yang khas pada tanaman. Limonen banyak digunakan dalam industri makanan maupun industri kosmetika sebagai bahan baku flavor (Ismanto dan Wilianto, 2010). Dalam kehidupan sehari-hari, kulit buah jeruk biasanya hanya dibuang dan sarinya yang dimanfaatkan untuk diolah menjadi berbagai macam produk. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan kulit buah jeruk untuk keperluan kesehatan dan lainnya untuk mengurangi limbah kulit jeruk (Sukarmin dan Ihsan, 2008).

Minyak atsiri tersusun atas senyawa yang mudah menguap (volatile oils) dan beraroma khas yang diambil dari bagian-bagian seperti daun, buah, bunga, biji, kulit, akar, batang, serta rimpang tanaman sehingga diperlukan cara khusus untuk memperoleh minyak atsiri (Rusli, 2010; Effendi dan Wijanarko, 2014). Menurut Ketaren (1990), cara yang dilakukan untuk mendapatkan minyak atsiri adalah dengan metode destilasi uap-air (steam-water destilation), destilasi dengan air (water destilation) atau dengan destilasi uap (steam destilation).

Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Putri (2012) mengenai pemeriksaan kandungan senyawa minyak atsiri kulit buah jeruk nipis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan bahwa senyawa aktif yang terkandung pada minyak atsiri kulit buah jeruk nipis sebagai antibakteri adalah golongan terpenoid. Minyak atsiri diperoleh dengan metode destilasi uap-air. Minyak atsiri yang didapat kemudian dibuat dengan berbagai konsentrasi yaitu 5%, 2,5%, 12,5%, 0,625%, dan 0,3125%.
Uji aktivitas dilakukan dengan metode pengenceran ganda (dilusi cair). Hasil penelitian tersebut menunjukkan minyak atsiri kulit buah jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Propionibacterium acne
dengan kadar hambat dan kadar bunuh minimum sebesar 1,25%. Dari analisis menggunakan kromatografi gas-spektroskopi massa diketahui kandungan senyawa antibakteri dari minyak atsiri kulit buah jeruk nipis adalah senyawa β-Pinena, limonen, Z-citral, β-mirsene, dan E-sitral.


Penelitian lain oleh Vajriana (2013) mengenai aktivitas antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk nipis yang diperoleh menggunakan metode destilasi uap dan air. Minyak atsiri kemudian diencerkan menggunakan Tween 80 sehingga tercapai konsentrasi 30%, 40%, 50%, 60% dan 70%. Berbagai konsentrasi minyak atsiri serta amoksisilin 30 µg sebagai kontrol positif kemudian diuji aktivitas antibakterinya menggunakan kertas cakram (metode Kirby Bauer). Hasil penelitian diamati dengan terbentuknya Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP) di sekitar cakram. Hasil penelitian tersebut menunjukkan minyak atsiri kulit buah jeruk nipis memiliki pengaruh yang nyata dalam menghambat pertumbuhan isolat Staphylococcus aureus seiring dengan besarnya konsentrasi yang digunakan dalam pengujian, dimana konsentrasi optimalnya pada konsentrasi 60% dengan diameter zona hambat rata-rata sebesar 20,00 mm.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Laksa (2015) mengenai kadar hambat minimum dan kadar bunuh minimum minyak atsiri kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) terhadap Salmonella typhi. Minyak atsiri pada penelitian ini diperoleh dengan cara ekstraksi menggunakan metode destilasi uap dengan dietil eter kemudian diencerkan dengan PEG sehingga tercapai konsentrasi 0,025%, 0,05%, 0,1%, 0,2%, 0,4%, 0,8%, 1,6%, dan 3,2%. Penelitian ini hanya dapat menghasilkan kadar bunuh minimum dengan konsentrasi 3,2% dengan jumlah bakteri yang tumbuh kurang dari 0,1% jumlah koloni pada inokulum awal sedangkan kadar hambat minimum tidak dapat ditentukan karena minyak atsiri yang dihasilkan dari metode destilasi menggunakan dietil eter berwarna keruh.

Minyak atsiri kulit buah jeruk nipis kaya akan kandungan senyawa monoterpen, salah satunya yaitu limonen. Minyak atsiri dapat diisolasi menggunakan metode destilasi air (hidrodestilasi) menghasilkan minyak atsiri dengan konsentrasi 100%. Minyak atsiri kulit buah jeruk nipis dengan konsentrasi 100% mengandung limonen sebesar 33,33% yang mempunyai aktivitas antibakteri dengan nilai LC50 = 233,71 ppm pada uji toksisitas menggunakan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dan dengan nilai LC50 = 719,87 ppm pada uji insektisida menggunakan larva nistar III nyamuk Aedes aegypti. Suatu senyawa dikatakan aktif dengan konsentrasi maksimal 1000ppm, jika memiliki harga LC50 ≤ 500 ppm dan dikatakan tidak aktif jika memiliki harga LC50> 500 ppm sedangkan senyawa murni dikatakan aktif dan mempunyai sifat bioaktifitas jika memiliki harga LC50
  50 ppm dan tidak aktif jika LC50 > 200 ppm (Astarini, Burhan dan Zetra, 2010; Meyer dan Ferrigini, 1982).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Hajati (2015) mengenai pengaruh konsentrasi air perasan jeruk nipis dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pyogenes dari hasil pemerasan buah jeruk nipis  menghasilkan air perasan dengan konsentrasi 100%. Air perasan jeruk nipis kemudian diencerkan dengan akuades steril sehingga tercapai konsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50% dan 100%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa, Daerah Hambatan Pertumbuhan (DHP) yang semakin besar seiring kenaikan konsentrasi dengan senyawa pembandingnya yaitu levofloxacin.

*Referensi juga bisa di ambil repository.wima.ac.id


No comments:

Post a Comment

Jendela Mutiara

Recent Post

Jendela Mutiara